Kicau Burung dari Negeri Seberang

Oleh: Wendra Wijaya

Aku ingin bercerita padamu. Sebuah kisah tentang kejujuran yang selama ini terus menggelayut di alam bawah sadarku. Tahukah kau? Sebelum mengenal dunia ini, aku hanyalah setitik cahaya. Setitik saja.

Aku mencoba menerobos keangkuhan malam dengan kisah-kisah tentang keindahan. Aku ingin menghiasinya dengan cerita cinta, bukan tentang kegetiran yang selama ini selalu kulukiskan di dalam pulauku.

Kau tahu —seperti yang pernah kuceritakan padamu— aku terlalu cemburu dengan segala kisah-kisahmu. Aku terlalu cemburu padamu, pada orang-orang yang singgah di pulaumu. Ingin sekali aku mampu dengan setia melukiskan pulauku dengan cerita-cerita tentang cinta, kisah-kisah tentang kesetiaan. Seperti kesetiaan senja yang mendampingimu. Walau terkadang, engkau sendiri yang meninggalkannya.

Sungguh, hari ini aku sangat bingung. Bukan karena kicau yang kau nyanyikan di pulaumu. Aku merasakan sesuatu yang beda. Sesuatu yang tak pernah lagi kurasakan. Tak pernah lagi kutemukan kenyamanan seperti sebelum aku menggoreskan tinta kelam di peraduanku. Aku merindukan masa-masa itu. Tahukah kau tentang itu?

Kicaumu bukanlah sekedar nyanyian sumbang bagiku. Kicau itu adalah sebuah keinginan. Bagiku kicau itu adalah sebuah ajakan untuk kembali menyatukan jarak yang terbentang diantara pulauku, dan pulaumu!

Kalau kau mengijinkan, aku ingin kita kembali berbincang, bercinta di bawah lembayung senja yang pernah kita lalui bersama di waktu-waktu sebelumnya. Mungkin, kotak pos di halaman rumahku, atau rumahmu, tak akan pernah lagi kosong dengan keluh kesah tentang kegetiran hidup.

Dulu, aku pernah memintamu membangun kotak pos di rumahmu. Untukku! Barangkali engkau belum siap. Atau juga, mungkin belum waktunya. Engkau enggan membangunnya dengan kepercayaanmu. Tapi kau harus tahu, sungguh aku sangat menginginkan itu. Tentu saja, jika engkau berkenan dan kita diberi cukup waktu menjalaninya.

Lihat (Baca) juga Karya Lainnya:



0 komentar:

Posting Komentar

Prolog

Era tahun 90-an. Kota Negara (Jembrana) bagai atraksi; baca puisi, lomba cipta puisi, musikalisasi puisi, pentas teater, mulai dari desa kedesa sampai ke acara resmi pemerintah daerah.

Kalau dirinci puluhan kelompok sanggar selalu rutin menggelar pentas keseniannya, mulai Sanggar Gardi Loloan, sanggar Prasasti, Teater Kene, Sanggar Susur, Sanggar Pilot, Sanggar
Kenari, Kelompok Pesaji, Teater Hitam Putih, Teater GAR, Padukuhan Seni Tibu Bunter, KPSJ, Bali Experimental Teater, dan banyak lagi yang diam-diam menggelar aktifitasnya sendiri.

Rajer Babat (Rembug Apresiasi Jembrana Bali Barat) Purnama Kapat merupakan wadah kreativitas seniman-seniman muda yang getol menggeluti kesenian modern di kota Makepung, kendati jauh dari hiruk pikuk metropolitan dan serba minimalis. Penyelenggaraan kesenian hanyalah menghandalkan honor nulis puisi, prosa di media setempat.

Kemana-mana, mengajukan proposal atau ijin keramaian misalnya, dilakukan dengan berjalan kaki atau kadang naik sepeda pancal. Kalau ingin naik sepeda motor, harus nunggu teman yang kebetulan mampir atau sekedar mencari keramaian di posko. Tapi, tanpa mengurangi taksu (baca: jiwa) tentunya!

Apresiasi

Kategori


 

dimodifikasi oleh Wendra