Rajerbabat Purnama Kapat, dimanakah sekarang?

Oleh: Boyke SN

Sebelum ini, era tahun 90-an kota Negara ( Jembrana ) memang bagai atraksi: dari baca puisi, lomba cipta puisi, musikalisasi puisi, pentas teater, mulai dari desa kedesa sampai ke acara resmi pemerintah daerah silih berganti mengisi kelengangan kota.

Kalau dirinci puluhan kelompok sanggar yang selalu rutin menggelar pentas keseniannya mulai dari Sanggar Gardi Loloan, sanggar Prasasti, Teater Kene, sanggar susur, sanggar pilot, sanggar kenari, kelompok pesaji, teater hitam putih, Teater GAR, padukuhan seni tibu bunter, KPSJ, Bali experimental teater, dan banyak lagi yang diam-diam menggelar aktifitasnya sendiri.

"Ini Negara lho.. hanya sebuah kota kabupaten kok bisa seperti Jogya atau Bandung bahkan Jakarta. Kampus juga tidak ada?" Kata sahabat saya, seorang pelukis yang kini tidak lagi menu makanannya "atas bawah" (baca: kepala dan ceker) dengan sayur rumput halaman semasih gabung di sanggar Posti Denpasar. Menawarkan siap mendukung secara materi.

"Tapi sekarang sepi ya...?" "Oh tidak juga, kami di Negara semuanya exist, kami bisa berkesenian jarak jauh kok.." jawab saya. Dimanapun berada, bisa melihat kami. Ini Blog saya....http://njdfnr9blogblogan.blogspot.com

"Lantas apa konotasinya dengan Rajerbabat?"

Tentu Rajerbabat tidak mungkin kembali, kalau ingin kembali, kembalilah keJogyakarta... Seperti kata pak Umbu Landu Paranggi. Atau kembali ke Laptop!!! Kata saya.

Rajerbabat (Rembug Apresiasi Jembrana Bali Barat) Purnama Kapat, adalah wadah kreatifitas seniman-seniman muda yang getol menggeluti kesenian modern dikota Makepung kendati jauh dari hiruk pikuk metropolitan. Formatnya sudah sangat bagus, walaupun pada era itu secara material kami benar-benar serba minimalis. Kami hanya menghandalkan honor nulis puisi , prosa di media setempat. Jika kemana-mana mengajukan proposal atau ijin keramaian dan lain sebagainya, kami harus berjalan kaki kadang naik sepeda pancal. Kalau ingin naik sepeda motor harus nunggu teman yang kebetulan mampir atau sekedar mencari keramaian di posko.

Tapi Taksu-nya(baca: jiwa) benar-benar ada. Menunggu apalagi? Apakah harus menunggu "miskin" dulu baru berkesenian atau setelah "menderita" baru ingat kesenian? Aku tunggu di era PAST (Pekan Apresiasi Sastra dan Teater) nanti. Seperti biasa aku akan pura-pura sakit plus siap ambil cuti. Berani?

Catatan:

sahabat-sahabat di bali barat jangan marah atau nanti saya tidak di terima di kotamu.

Lihat (Baca) juga Karya Lainnya:



2 komentar:

Dharma Nitha Sangkala mengatakan...

benar rajar babat jarang, dimanakah lakon-2 penggerak teater GAR,Sanggar Seni Susur, Teater kene, atau cak moderan,monolog tuan anjing,dll yg kita mainkan dahulu.....dimanakah......dijekah

Dharma Nitha Sangkala mengatakan...

Buat nanoq ayo kita mainkan lg peran kita, ayo kita gairahkan kembali utk adik2 kita setidaknya sedikit aja bisa tertular ilmu gila (bududududuh). Ayo penyair jembrana mari kita kompetisi lg buat agus beniq,Boyke,Agung singkir angin.AG Pramono, Widhe Anom ganggawati,Ahmad saihu,dan terakhir mister kawiastu.....D

Posting Komentar

Prolog

Era tahun 90-an. Kota Negara (Jembrana) bagai atraksi; baca puisi, lomba cipta puisi, musikalisasi puisi, pentas teater, mulai dari desa kedesa sampai ke acara resmi pemerintah daerah.

Kalau dirinci puluhan kelompok sanggar selalu rutin menggelar pentas keseniannya, mulai Sanggar Gardi Loloan, sanggar Prasasti, Teater Kene, Sanggar Susur, Sanggar Pilot, Sanggar
Kenari, Kelompok Pesaji, Teater Hitam Putih, Teater GAR, Padukuhan Seni Tibu Bunter, KPSJ, Bali Experimental Teater, dan banyak lagi yang diam-diam menggelar aktifitasnya sendiri.

Rajer Babat (Rembug Apresiasi Jembrana Bali Barat) Purnama Kapat merupakan wadah kreativitas seniman-seniman muda yang getol menggeluti kesenian modern di kota Makepung, kendati jauh dari hiruk pikuk metropolitan dan serba minimalis. Penyelenggaraan kesenian hanyalah menghandalkan honor nulis puisi, prosa di media setempat.

Kemana-mana, mengajukan proposal atau ijin keramaian misalnya, dilakukan dengan berjalan kaki atau kadang naik sepeda pancal. Kalau ingin naik sepeda motor, harus nunggu teman yang kebetulan mampir atau sekedar mencari keramaian di posko. Tapi, tanpa mengurangi taksu (baca: jiwa) tentunya!

Apresiasi

Kategori


 

dimodifikasi oleh Wendra